Mengenai Saya

Foto saya
Rambut agak keriting, badan tinggi (gagah), Gak Kurus Gak Gendut, Sedrhana & Apa ada nya

Arsip Blog

Rabu, 25 September 2013

Pelaksanaan Pancasila


BAB I
PELAKSANAAN PANCASILA
PENDAHULUAN

Nilai-nilai pancasila merupakan nilai manusia dasar yang bernilai dan dikehendaki oleh setiap manusia. Termasuk manusia Indonesia; dan pancasila secara resmi telah ditetepkan oleh bangsa Indonesia untuk menjadi ideologinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Agar lebih membantu dalam pelaksanaan Pancasila, masih diperlukan penjelasan serta petunjuk-petunjuk yang lebih konkret dan operasional bagi pelaksanaan Pancasila. Untuk keperluan tersebut, dalam bab ini akan diberikan sedikit penjelasan serta petunjuk bagi pelaksanaan Pancasila, dengan uraian-uraian sebagai berikut:
1.      Tingkat-tingkat Perwujudan Pancasila.
2.      Prinsip-prinsip Pelaksanaan Pancasila.
3.      Langkah-langkah Pelaksanaan Pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN PANCASILA
1.      Tingkat-tingkat Perwujudan Pancasila.
Kita sangat biasa menemui pancasila sebagai rumusan teks pancasila. Dengan melihat, membaca, atau mendengarkannya. Dengan demikian cendrung ada kesan bahwa keberadaan pancasila hanya terbatas pada wujud rumusan saja. Kalau  keberadaan pancasila hanya terbatas pada wujud rumusannya saja. Tentu saja tidak akan banyk memiliki arti dan peranan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Menurut Drijakara, dalam buku Drijarkara Tentang Negara dan Bangsa, Pancasila memiliki berbagai berbagai perwujudan, yang dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1.      kategori tematis
2.      kategori imperatif
3.      dan kategori operatif.
Sebagai kategori tematis, Pancasila merupakan suatu objek dihadapan kita, sebagai rumusan konsep-konsep yang memuat ide-ide untuk dapat difikirkan dan pahami. Selain itu, Pancasila juga merupakan kategori imperatif yang dapat dijadikan norma dalam kehidupan bersama, termasuk norma hukum. Dan akhirnya sebagai kategori operatif, Pancasila berwujud prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak didasari atau malahan tidak dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas bagi tindakan manusia.
Sisi lain dari kategori tematis adalah kategori operatif. Kategori operatif berupa prinsip atau norma asasi, yang meskipun tidak disadari atau tidak dimengerti, namun menjadi asas perbuatan. Karena prinsip atau norma asasi tersebut merupakan kebenaran yang melekat dan berkaitan dengan kodrat manusia. Pancasila sebagai kategori operatif tersebut masih perlu diinternalisasikan atau ditanamkan dalam diri bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila mengarahkan tindakan-tindakannya. Dengan demikian, Pancasila yang berfungsi sebagai kategori operatif sungguh dapat menjiwai sikap secara permanen pada diri manusia Indonesia, sehingga dapat diharap siap bertindak sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang termuat dalam Pancasila.

2.      Prinsip-prinsip Pelaksanaan Pancasila.
Dalam kehidupan bersama pancasila dapat dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam menyusun lembaga-lembaga kemasyarakatan, kenegaraan maupun pemerintahan, dalam membuat kaidah-kaidah atau norma-norma bagi kehidupan bersama, serta dalam menentukan arah tujuan bagi kehidupan bersama. Dan pelaksanaan pancasila dalam kehidupan bersama ini disebut subjektifikasi subjektif.
Perlu diingat bahwa rumusan Pancasila merupakan satu kesatuan dari Sila-silanya. Saling mempengaruhi satu sama lain.hal ini tentu saja membawa konsekuensi dalam pelaksanaannya. Pancasila harus dilaksanakan sebagai satu kesatuan, tidak secara sendiri-sendiri dan terpisah-pisah. Meskipun kita bermaksud menekankan untuk melaksanakan salah satu Sila dari Pancasila, namun kita tidak boleh mengabaikan Sila-sila lainnya; Sila-sila lainnya tetap harus mendasari dan dipakai untuk mempertimbangkannya.
Sebagai yang memuat nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila memiliki daya tarik bagi bangsa Indonesia. Pelaksanaan nilainya tidak dipaksakan, melainkan melalui kesadaran, sehingga yang dilakukan adalah merupakan pilihannya secara otonom. Apabila orang belum menyadari suatu nilai, orang tidak dapat dipaksa untuk melaksanakannya itu sebenarnya bukan merupakan pelaksanaan nilai bagi orang tersebut. Apabila seseorang telah menangkap dan menyadari bahwa hal tersebut memang bernilai baginya, tanpa dipaksa dia akan tertarik untuk melaksanakannya. Perlu diingat bahwa pelaksanaan nilai-nilai tersebut tidak harus dalam wujud-wujud yang telah dibakukan, namun bisa dalam berbagai wujud yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan seseorang.
Sebagai nilai-nilai dasar manusiawi, yang sesuai dengan kodrat manusia, nilai-nilai luhur Pancasila mampu mendasari segala segi kehidupan manusia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai moral dan luhur, yang mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia ke suatu tujuan yang sebaiknya diusahakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Nilai-nilai moral Pancasila terdapat pada setiap tindakan manusia dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Segala kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut seharusnya didasarkan dan bersesuaian dengan nilai-nilai Pancasila.
3.      Langkah-langkah Pelaksanaan Pancasila.
Untuk mengusahakan hal-hal bernilai yang sungguh-sungguh  menarik dan memukau tersebut ternyata tidak mudah. Hal itu menuntut ketekunan dan kesabaran dalam usaha. Keuletan dalam menghadapi berbagai rintangan. Dan membutuhkan petunjuk-petunjuk yang bermanfaat bagi penyampaiannya. Ini semua menuntut dan menantang kehendak manusia untuk melaksanakannya. Sehingga meskipun manusia telah memahami serta menyadari akan suatu yang bernilai. Tidak dengan sendirinya manusia akan mengusahakan serta mencapainya.

Dalam melaksanakan Pancasila, kita perlu memahami Pancasila dengan benar , yang meliputi fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan kita. Usaha untuk menyebarluaskan pemahaman tentang Pancasila, dalam segala fungsi dan kedudukannya, telah diusahakan dengan mengadakan pelajaran berkenaan dengan Pancasila dilembaga pendidikan formal, serta diadakan penataran P4 di berbagai lembaga serta lapisan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasar pemahaman yang telah dimiliki, diharapkan bangsa Indonesia menemukan, merasakan, serta menghayati nilai-nilai Pancasila, seseorang tidak cukup hanya berfikir mengenai Pancasila, namun perlu terjun dalam kehidupan nyata dan mulai merasakan kehidupan serta nilai-nilai yang terkandung dalamnya. Setelah menemukan dan merasakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan yang nyata, barulah dia dapat diharapkan untuk menghayati serta mulai merasakan adanya ketertarikan untuk melaksanakannya.
Sebagai suatu usaha, tentu saja terdapat berbagai rintangan maupun hambatan, baik dari dalam maupun dari luar dirinya sendiri. Untuk menghindari irntangan serta hambatan dari dalam diri, orang harus memiliki kehendak yang teguh serta konsekuen dalam usaha melaksanakan Pancasila. Adapun rintangan serta hambatan berada dalam diri sendiri dapat berupa berupa sikap-sikap, antara lain; fanatik yang berlebihan, sewenang-wenang, feodalistik, materialistik serta pola hidup yang konsumtif. Sedangkan untuk menghindari rintangan maupun hambatan yang berasal dari luar dirinya, perlu diciptakan lingkungan serta suasana yang mendukung pelaksanaan Pancasila, misalnya mulai dicanangkan terbentuknya desa-desa pelopor P4, sehingga diharapkan orang tidak akan malu dan bahkan terancam untuk mengusahakan pelaksanaan Pancasila.
Kemudian setelah ada kehendak yang bulat serta suasana yang mendukungnya, perlu dicari arah dan petunjuk bagi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai Pancasila yang dirasa baik dan bernilai dalam kehidupan bersama perlu didukung bagi pelaksanaannya. Dengan penuh kesadaran kita perlu berusaha melaksanakan Pancasila bagi setiap orang maupun dalam kehidupan bersama. Kita perlu membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang sekiranya merupakan pelaksanaan dari nilai-nilai Pancasila, misalnya: mengadakan rapat rutin tingkat RT, mengadakan gotong-royong, serta mengadakan kerja sama untuk saling membantu kebutuhan bagi kehidupan bersama.[1]


PELAKSANAAN DASAR NEGARA PANCASILA SECARA MURNI DAN KONSEKUEN
A.    Konsensus Nasional.
            Pemahaman yang mantap mangenai konsensus nasional akan memperkaya pemikiran-pemikiran yang akan terus kita krmbangkan selanjutnya dalam melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasla.
Sangatlah perlu kita pahami bersama latar belakang pemikiran kita bersama yang melahirkan  konsensus Nasional. Pemahaman yang mantap mengenai konsensus Nasional tadi akan memperkaya pemikiran-pemikiran yang akan terus kita kembangkan selanjutnya dalam melaksanakan pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila, khususnya dalam rangka mengembangkan kehidupan demokrasi Pancasila.
Upaya untuk menegakkan kembali kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik partai-partai politik maupun organisasi-organisasi massa sebagai pendukung Orde Baru dan memperoleh tuntutan untuk penataan kembali kehidupan kenegaraan yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal inidisebabkan oleh rasa ketidak puasan terhadap pemerintah Orde Lama yang tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam Sidang Umum MPRS bulan Juli 1966 telah dikeluarkan beberapa ketetapan dalam rangka mengembalikan kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang  Dasar 1945, antara lain:
1.      Tap MPRS No. XI tahun 1966 tentang pelaksanaan pemilihan umum yang harus diselenggarakan selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.
2.      Tap MPRS No. XII tahun 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera. Tugas untuk membentuk Kabinet ini diserahkan pada Letjen Soeharto sebagai pengemban Tap MPRS No. IX tahun 1966.
Tugas pokok kabinet ialah: menciptakan kestabilan politik dan ekonomi.
Program Kabinet antara lain adalah: memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dibidang sandang dan pangan, melaksanakan pemilihan umum, sesuai dengan Tap MPRS No. XI.
Untuk menunjang tugas yang berat dari Kabinet Ampera maka melalui Seminar II Angkatan Darat pada bulan Agustus di Bandung, telah diterima sumbangan pikiran yang secara pokok-pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Sesuai dengan dasar-dasar Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, berarti bahwa seluruh rakyat harus dapat merasakan adanya kepastian hukum, sedangkan penyalah gunaan kekuasaan harus dihindarkan secara institutional.
2)      Kehidupan Demokrasi Pancasila tidak boleh diarahkan semata-mata untuk mengejar kemenangan dan keuntungan pribadi atau golongan sendiri, apalagi ditujukan                                     untuk mematikan golongan lain. Asas Demokrasi Pancasila ialah mengikut sertakan semua golongan yang mempunyai kepentingan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
3)      Bahwa yang dimaksud dengan Orde Baru pada hakikatnya adalah suatu tatanan yang bertujuan menciptakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural yang dijiwai oleh moral pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa.
Konsep-konsep yang dirumuskan dalam Seminar II Angkatan darat itu dipakai sebagai landasan kerja pemerintah Orde Baru. Sesuai dengan semangat yang dikandungnya maka pemerintah Orde Baru bertekad untuk menegakkan dan melaksanakan Demokrasi Pancasila. Nilai-nilai dan norma dasar, hukum-hukum dasar dari Demokrasi Pancasila telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945
Sebenarnya ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang pertama ialah Kebulatan tekad masyarakat dan pemerintah untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsensus kedua ialah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus pertama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari padanya. Konsensus kedua tercapai antara partai-partai politik dengan Pemerintah.
Konsensus mengenai cara melaksanakan konsensus utama (disebut juga konsensus kedua) merupakan produk dari pembicaraan antara partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa disatu pihak dengan Pemerintah dipihak yang lain.
Dalam rapat Panitia Musyawarah tanggal 8 Desember 1967 oleh kelompok-kelompok dalam DPR GR tercapai suatu konsensus, yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPR GR tanggal 16 Desember 1967 No. 20/Pimp/II/67-68 bahwa:
1.      RUU tentang Pemilu akan disahkan bersama-sama dengan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
2.      Materi RUU Pemilu yang sudah selesai tidak akan dipersoalkan lagi.
3.      12 pokok konsensus yang telah dicapai antara panitia khusus 3 RUU dan Pemerintah tetap dipegang teguh dan tidak akan diadakan perubahan-perubahan.
Isi dari 12 konsensus tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Jumlah anggota DPR tidak boleh ngombro-ombro
2.      Ada perimbangan yang baik antara jumlah perwakilan jumlah pulau jawa dan luar jawa
3.      Faktor jumlah penduduk diperhatikan
4.      Adanya anggota yang diangkat disamping anggota yang dipilih
5.      Tiap kabupaten dijamin minimal 1 wakil
6.      Persyaratan mengenai dimisili dihapuskan
7.      Yang diangkat adalah perwakilan ABRI dan non-ABRI
8.      Jumlah yang diangkat untuk MPR adalah 1/3 dari seluruh anggota
9.      Jumlah anggota DPR ditetapkan 460 orang, terdiri dari 360 orang dipilih melalui pemilihan umum dan 100 orang diangkat
10.  Sistem pemilihan; proportional representation yang sederhana
11.  Sistem pemilihan; lijstenstelsel
12.  Daerah pemilihan; Daerah Tingkat 1
Akhirnya telah bekerja selama 3 tahun membahas materi RUU tentang Pemilihan Umum dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, maka pada tanggal 19 November 1969 Panitia Khusus berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Selanjutnya hasil-hasil yang telah dicapai dibicarakan dalam sidang pleno DPR GR. Dalam sidang pleno yang berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 21 dan 22 November 1969 diadakan stemmotivering dari masing-masing fraksi. Setelah wakil dan masing-masing fraksi menyampaikan pendapatnya, dan meskipun masih terdapat beberapa perbedaan nada, dapatlah disimpulkan bahwa semua fraksi tidak ada yang dapat menyetujui disahkannya RUU itu menjadi Undang-Undang. Maka pada tanggal 17 Desember 1969 diundang-undangkanlah Undang-Undang  No. 15 tahun tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[2]


B.     Referendum
Referendum adalah penyerahan suatu masalah kepada rakyat atau bangsa.
Latar belakang perlunya Ketetapan MPR tentang Referendum ini antara lain adalah:
1)      Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sesuai dengan kepribadian Indonesia yang memuat aturan-aturan yang paling mendasar bagi kehidupan bangsa dan negar Indonesia serta dapat menjawab tantangan-tantangan zaman dan mampu menjamin tercapainya cita-cita Kemerdekaan Nasional.
2)      Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 tidak mudah digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 sendiri memungkinkan diadakan perubahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. Mengubah Undang-Undang Dasar 1945 merupakan masalah yang mendasar dan menyangkut kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Walaupun Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai hak untuk melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat, namun perlu dicarikan sarana yang konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 tidak mudah digunakan daan rakyat harus dijamin haknya untuk menyatakan pendapat mengenai soal kenegaraan yang sifatnya mendasar tersebut, yaitu melalui referendum.
Berhubung dengan hal-hal tersebut diatas apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat  berkehendak untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945 dengan memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksuda dalam ketetapan MPR RI Nomor 1/MPR/ 1983 dan Nomor IV/MPR/1983 maka hal itu harus dinyatakan terlebih dahulu kepada rakyat melalui referendum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1985.
Pengertian referendum dinyatakan sebagai kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Referendum diadakan apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945 sebagimana dimaksud dalam ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1983. Referendum diselenggarakan dengan mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Presiden, dengan cara memimpin dan membentuk suatu badan atau lembaga u ntuk melaksanakan referendum yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana Referendum ditingkat Propinsi, Kabupaten/ Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan perwakilan Republik Indonesia diluar negeri.

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DALAM GERAK PELAKSANAANNYA

Semenjak ditetapkan dan disahkan UUD 1945 oleh PKKI pada tanggal 18 agustus 1945, mulai saat itu berlaku undang-undang dasar 1945 sebagai undang-undang negara republik indonesia. Semenjak itu penyelenggaraan negara didasarkan kepada ketentan-ketentuan menurut undang-undang dasar. Karena pada saat  itu negara indonesia baru saja berdiri, maka dapat dimengerti bahwa untuk melaksanakan berdasarkan penyelenggaraan UUD 1945, tentu saja tidak akan dapat sekaligus dilaksanakan sepenuhnya dalam waktu yang singkat
1.      Kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
Pertama:
Tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949.
Pada kurun waktu ini Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik karena bangsa Indonesia masih memusatkan kekuatan membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Penyimpangan Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 terjadi setelah kedua Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yaitu perubahan Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Kedua:
Tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang, yang masih dapat dibagi lagi:
a.       Kurun waktu 1959-1965 (Orde Lama).
Lembaga-lembaga Negara belum dibentuk sesuai dengan yang dimaksud Undang-Undang Dasar 1945 dan belum berfungsi sebagaimana mestinya.
b.      Kurun waktu 1965- sekarang (Orde Baru).
Orde Baru mengambil langkah-langkah koreksi dengan cara-cara konstitusional dalam menegakkan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
2.      MPR(S) sejak dibentuk sampai sekarang telah mengadakan sidang-sidang sebagai berikut:
Pertama:
Pada masa Orde Lama mengadakan Sidang Umum tahun 1960, 1963 dan 1965. Ketetapan MPRS yaang dihasilkannya (dari masa Orde Lama)sekarang tidak berlaku lagi.
Kedua:
Pada masa Orde Baru telah mengadakan sidang pada tahun 1966, 1967, 1968, 1973, 1978, 1983 dan 1988, yang isi ketetapannya mencerminkan tahap-tahap perjuangan Orde Baru dalam mewujudkan cita-citanya untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
3.      Dalam mewujudkan kepemimpinan Nasional sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Orde Baru Baru telah berhasil membentuk lembaga-lembaga negara sesuai dengan Undang-Undangnya, baik MPR, DPR, DPRD, DPA, BPK, maupun MA.
Mekanisme lima 5 tahunan dalam kegiatan kenegaraan telah dapat dibina dan dipelihara dengan baik.[3]

BAB III
.PENUTUP
SIMPULAN
Sebagai kategori tematis, Pancasila merupakan suatu objek dihadapan kita, sebagai rumusan konsep-konsep yang memuat ide-ide untuk dapat difikirkan dan pahami. Selain itu, Pancasila juga merupakan kategori imperatif yang dapat dijadikan norma dalam kehidupan bersama, termasuk norma hukum. Dan akhirnya sebagai kategori operatif, Pancasila berwujud prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak didasari atau malahan tidak dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas bagi tindakan manusia.
Sebenarnya ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang pertama ialah Kebulatan tekad masyarakat dan pemerintah untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsensus kedua ialah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus pertama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari padanya. Konsensus kedua tercapai antara partai-partai politik dengan Pemerintah.
Latar belakang perlunya Ketetapan MPR tentang Referendum ini antara lain adalah:
1.      Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sesuai dengan kepribadian Indonesia yang memuat aturan-aturan yang paling mendasar bagi kehidupan bangsa dan negar Indonesia serta dapat menjawab tantangan-tantangan zaman dan mampu menjamin tercapainya cita-cita Kemerdekaan Nasional.
2.      Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 tidak mudah digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Presiden, dengan cara memimpin dan membentuk suatu badan atau lembaga u ntuk melaksanakan referendum yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana Referendum ditingkat Propinsi, Kabupaten/ Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan perwakilan Republik Indonesia diluar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo Darji, Pendidikan Pancasila diperguruan Tinggi, Ikip, Malang, 1988
Wahana Paulus, Filsafat Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Widjaa Ahmad. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1996.


[1] Poulus Wahono, Filsafat Pancasila, (Yogyakarta: Anggota IKAPI), 1993, h. 98-103
[2] Darji Darmodiharjo, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (malang: IKIP), 1988, h. 163.
[3] Ahmad Widjaa, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), 1996, h. 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar