BAB I
PELAKSANAAN PANCASILA
PENDAHULUAN
Nilai-nilai pancasila merupakan nilai manusia dasar
yang bernilai dan dikehendaki oleh setiap manusia. Termasuk manusia Indonesia;
dan pancasila secara resmi telah ditetepkan oleh bangsa Indonesia untuk menjadi
ideologinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Agar
lebih membantu dalam pelaksanaan Pancasila, masih diperlukan penjelasan serta
petunjuk-petunjuk yang lebih konkret dan operasional bagi pelaksanaan
Pancasila. Untuk keperluan tersebut, dalam bab ini akan diberikan sedikit
penjelasan serta petunjuk bagi pelaksanaan Pancasila, dengan uraian-uraian
sebagai berikut:
1.
Tingkat-tingkat
Perwujudan Pancasila.
2.
Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Pancasila.
3.
Langkah-langkah
Pelaksanaan Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN PANCASILA
1.
Tingkat-tingkat
Perwujudan Pancasila.
Kita sangat biasa
menemui pancasila sebagai rumusan teks pancasila. Dengan melihat, membaca, atau
mendengarkannya. Dengan demikian cendrung ada kesan bahwa keberadaan pancasila
hanya terbatas pada wujud rumusan saja. Kalau
keberadaan pancasila hanya terbatas pada wujud rumusannya saja. Tentu
saja tidak akan banyk memiliki arti dan peranan dalam kehidupan bangsa
Indonesia.
Menurut
Drijakara, dalam buku Drijarkara Tentang Negara dan Bangsa, Pancasila
memiliki berbagai berbagai perwujudan, yang dapat digolongkan menjadi 3
kategori, yaitu:
1.
kategori
tematis
2.
kategori imperatif
3.
dan kategori
operatif.
Sebagai kategori tematis, Pancasila merupakan suatu objek
dihadapan kita, sebagai rumusan konsep-konsep yang memuat ide-ide untuk dapat
difikirkan dan pahami. Selain itu, Pancasila juga merupakan kategori
imperatif yang dapat dijadikan norma dalam kehidupan bersama, termasuk norma
hukum. Dan akhirnya sebagai kategori operatif, Pancasila berwujud
prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak didasari atau malahan tidak
dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas bagi tindakan manusia.
Sisi
lain dari kategori tematis adalah kategori operatif. Kategori
operatif berupa prinsip atau norma asasi, yang meskipun tidak disadari atau
tidak dimengerti, namun menjadi asas perbuatan. Karena prinsip atau norma asasi
tersebut merupakan kebenaran yang melekat dan berkaitan dengan kodrat manusia.
Pancasila sebagai kategori operatif tersebut masih perlu
diinternalisasikan atau ditanamkan dalam diri bangsa Indonesia, sehingga
nilai-nilai Pancasila mengarahkan tindakan-tindakannya. Dengan demikian,
Pancasila yang berfungsi sebagai kategori operatif sungguh dapat
menjiwai sikap secara permanen pada diri manusia Indonesia, sehingga dapat
diharap siap bertindak sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang termuat dalam
Pancasila.
2.
Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Pancasila.
Dalam kehidupan
bersama pancasila dapat dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam menyusun
lembaga-lembaga kemasyarakatan, kenegaraan maupun pemerintahan, dalam membuat
kaidah-kaidah atau norma-norma bagi kehidupan bersama, serta dalam menentukan
arah tujuan bagi kehidupan bersama. Dan pelaksanaan pancasila dalam kehidupan
bersama ini disebut subjektifikasi
subjektif.
Perlu
diingat bahwa rumusan Pancasila merupakan satu kesatuan dari Sila-silanya.
Saling mempengaruhi satu sama lain.hal ini tentu saja membawa konsekuensi dalam
pelaksanaannya. Pancasila harus dilaksanakan sebagai satu kesatuan, tidak
secara sendiri-sendiri dan terpisah-pisah. Meskipun kita bermaksud menekankan
untuk melaksanakan salah satu Sila dari Pancasila, namun kita tidak boleh mengabaikan
Sila-sila lainnya; Sila-sila lainnya tetap harus mendasari dan dipakai untuk
mempertimbangkannya.
Sebagai
yang memuat nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila memiliki daya tarik bagi bangsa
Indonesia. Pelaksanaan nilainya tidak dipaksakan, melainkan melalui kesadaran,
sehingga yang dilakukan adalah merupakan pilihannya secara otonom. Apabila
orang belum menyadari suatu nilai, orang tidak dapat dipaksa untuk
melaksanakannya itu sebenarnya bukan merupakan pelaksanaan nilai bagi orang
tersebut. Apabila seseorang telah menangkap dan menyadari bahwa hal tersebut
memang bernilai baginya, tanpa dipaksa dia akan tertarik untuk melaksanakannya.
Perlu diingat bahwa pelaksanaan nilai-nilai tersebut tidak harus dalam
wujud-wujud yang telah dibakukan, namun bisa dalam berbagai wujud yang sesuai
dengan keadaan dan kemampuan seseorang.
Sebagai
nilai-nilai dasar manusiawi, yang sesuai dengan kodrat manusia, nilai-nilai
luhur Pancasila mampu mendasari segala segi kehidupan manusia. Nilai-nilai
Pancasila merupakan nilai-nilai moral dan luhur, yang mengarahkan kehidupan
bangsa Indonesia ke suatu tujuan yang sebaiknya diusahakan oleh seluruh bangsa
Indonesia. Nilai-nilai moral Pancasila terdapat pada setiap tindakan manusia
dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya bidang politik, ekonomi, dan sosial
budaya. Segala kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut seharusnya
didasarkan dan bersesuaian dengan nilai-nilai Pancasila.
3.
Langkah-langkah
Pelaksanaan Pancasila.
Untuk mengusahakan
hal-hal bernilai yang sungguh-sungguh
menarik dan memukau tersebut ternyata tidak mudah. Hal itu menuntut
ketekunan dan kesabaran dalam usaha. Keuletan dalam menghadapi berbagai
rintangan. Dan membutuhkan petunjuk-petunjuk yang bermanfaat bagi
penyampaiannya. Ini semua menuntut dan menantang kehendak manusia untuk
melaksanakannya. Sehingga meskipun manusia telah memahami serta menyadari akan
suatu yang bernilai. Tidak dengan sendirinya manusia akan mengusahakan serta
mencapainya.
Dalam
melaksanakan Pancasila, kita perlu memahami Pancasila dengan benar , yang
meliputi fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan kita. Usaha untuk
menyebarluaskan pemahaman tentang Pancasila, dalam segala fungsi dan
kedudukannya, telah diusahakan dengan mengadakan pelajaran berkenaan dengan
Pancasila dilembaga pendidikan formal, serta diadakan penataran P4 di berbagai
lembaga serta lapisan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasar
pemahaman yang telah dimiliki, diharapkan bangsa Indonesia menemukan,
merasakan, serta menghayati nilai-nilai Pancasila, seseorang tidak cukup hanya
berfikir mengenai Pancasila, namun perlu terjun dalam kehidupan nyata dan mulai
merasakan kehidupan serta nilai-nilai yang terkandung dalamnya. Setelah
menemukan dan merasakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan yang nyata,
barulah dia dapat diharapkan untuk menghayati serta mulai merasakan adanya
ketertarikan untuk melaksanakannya.
Sebagai
suatu usaha, tentu saja terdapat berbagai rintangan maupun hambatan, baik dari
dalam maupun dari luar dirinya sendiri. Untuk menghindari irntangan serta
hambatan dari dalam diri, orang harus memiliki kehendak yang teguh serta
konsekuen dalam usaha melaksanakan Pancasila. Adapun rintangan serta hambatan
berada dalam diri sendiri dapat berupa berupa sikap-sikap, antara lain; fanatik
yang berlebihan, sewenang-wenang, feodalistik, materialistik serta pola hidup yang
konsumtif. Sedangkan untuk menghindari rintangan maupun hambatan yang berasal
dari luar dirinya, perlu diciptakan lingkungan serta suasana yang mendukung
pelaksanaan Pancasila, misalnya mulai dicanangkan terbentuknya desa-desa
pelopor P4, sehingga diharapkan orang tidak akan malu dan bahkan terancam untuk
mengusahakan pelaksanaan Pancasila.
Kemudian
setelah ada kehendak yang bulat serta suasana yang mendukungnya, perlu dicari
arah dan petunjuk bagi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan bersama.
Nilai-nilai Pancasila yang dirasa baik dan bernilai dalam kehidupan bersama
perlu didukung bagi pelaksanaannya. Dengan penuh kesadaran kita perlu berusaha
melaksanakan Pancasila bagi setiap orang maupun dalam kehidupan bersama. Kita
perlu membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang sekiranya merupakan
pelaksanaan dari nilai-nilai Pancasila, misalnya: mengadakan rapat rutin
tingkat RT, mengadakan gotong-royong, serta mengadakan kerja sama untuk saling
membantu kebutuhan bagi kehidupan bersama.[1]
PELAKSANAAN DASAR NEGARA PANCASILA SECARA MURNI DAN KONSEKUEN
A.
Konsensus
Nasional.
Pemahaman yang
mantap mangenai konsensus nasional akan memperkaya pemikiran-pemikiran yang
akan terus kita krmbangkan selanjutnya dalam melaksanakan pembangunan nasional
sebagai pengamalan pancasla.
Sangatlah
perlu kita pahami bersama latar belakang pemikiran kita bersama yang melahirkan
konsensus Nasional. Pemahaman yang
mantap mengenai konsensus Nasional tadi akan memperkaya pemikiran-pemikiran
yang akan terus kita kembangkan selanjutnya dalam melaksanakan pembangunan
Nasional sebagai pengamalan Pancasila, khususnya dalam rangka mengembangkan
kehidupan demokrasi Pancasila.
Upaya
untuk menegakkan kembali kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah
dilakukan oleh berbagai pihak, baik partai-partai politik maupun
organisasi-organisasi massa sebagai pendukung Orde Baru dan memperoleh tuntutan
untuk penataan kembali kehidupan kenegaraan yang sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Hal inidisebabkan oleh rasa ketidak puasan terhadap
pemerintah Orde Lama yang tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam
Sidang Umum MPRS bulan Juli 1966 telah dikeluarkan beberapa ketetapan dalam
rangka mengembalikan kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain:
1.
Tap MPRS No. XI
tahun 1966 tentang pelaksanaan pemilihan umum yang harus diselenggarakan
selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.
2.
Tap MPRS No.
XII tahun 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera. Tugas untuk membentuk
Kabinet ini diserahkan pada Letjen Soeharto sebagai pengemban Tap MPRS No. IX
tahun 1966.
Tugas
pokok kabinet ialah: menciptakan kestabilan politik dan ekonomi.
Program
Kabinet antara lain adalah: memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dibidang
sandang dan pangan, melaksanakan pemilihan umum, sesuai dengan Tap MPRS No. XI.
Untuk
menunjang tugas yang berat dari Kabinet Ampera maka melalui Seminar II Angkatan
Darat pada bulan Agustus di Bandung, telah diterima sumbangan pikiran yang
secara pokok-pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Sesuai dengan
dasar-dasar Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksudkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945, berarti bahwa seluruh rakyat harus dapat merasakan adanya kepastian
hukum, sedangkan penyalah gunaan kekuasaan harus dihindarkan secara
institutional.
2)
Kehidupan
Demokrasi Pancasila tidak boleh diarahkan semata-mata untuk mengejar kemenangan
dan keuntungan pribadi atau golongan sendiri, apalagi ditujukan untuk
mematikan golongan lain. Asas Demokrasi Pancasila ialah mengikut sertakan semua
golongan yang mempunyai kepentingan dalam kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
3)
Bahwa yang
dimaksud dengan Orde Baru pada hakikatnya adalah suatu tatanan yang bertujuan
menciptakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural yang dijiwai oleh
moral pancasila, khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa.
Konsep-konsep
yang dirumuskan dalam Seminar II Angkatan darat itu dipakai sebagai landasan
kerja pemerintah Orde Baru. Sesuai dengan semangat yang dikandungnya maka
pemerintah Orde Baru bertekad untuk menegakkan dan melaksanakan Demokrasi
Pancasila. Nilai-nilai dan norma dasar, hukum-hukum dasar dari Demokrasi
Pancasila telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945
Sebenarnya
ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang
pertama ialah Kebulatan tekad masyarakat dan pemerintah untuk melaksanakan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsensus kedua ialah
konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus pertama dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari padanya. Konsensus kedua tercapai antara
partai-partai politik dengan Pemerintah.
Konsensus
mengenai cara melaksanakan konsensus utama (disebut juga konsensus kedua)
merupakan produk dari pembicaraan antara partai-partai politik dan
organisasi-organisasi massa disatu pihak dengan Pemerintah dipihak yang lain.
Dalam
rapat Panitia Musyawarah tanggal 8 Desember 1967 oleh kelompok-kelompok dalam
DPR GR tercapai suatu konsensus, yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan DPR GR tanggal 16 Desember 1967 No. 20/Pimp/II/67-68 bahwa:
1.
RUU tentang
Pemilu akan disahkan bersama-sama dengan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, dan DPRD.
2.
Materi RUU
Pemilu yang sudah selesai tidak akan dipersoalkan lagi.
3.
12 pokok
konsensus yang telah dicapai antara panitia khusus 3 RUU dan Pemerintah tetap
dipegang teguh dan tidak akan diadakan perubahan-perubahan.
Isi dari 12
konsensus tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Jumlah anggota
DPR tidak boleh ngombro-ombro
2.
Ada perimbangan
yang baik antara jumlah perwakilan jumlah pulau jawa dan luar jawa
3.
Faktor jumlah
penduduk diperhatikan
4.
Adanya anggota
yang diangkat disamping anggota yang dipilih
5.
Tiap kabupaten
dijamin minimal 1 wakil
6.
Persyaratan
mengenai dimisili dihapuskan
7.
Yang diangkat
adalah perwakilan ABRI dan non-ABRI
8.
Jumlah yang
diangkat untuk MPR adalah 1/3 dari seluruh anggota
9.
Jumlah anggota
DPR ditetapkan 460 orang, terdiri dari 360 orang dipilih melalui pemilihan umum
dan 100 orang diangkat
10.
Sistem
pemilihan; proportional representation yang sederhana
11.
Sistem pemilihan;
lijstenstelsel
12.
Daerah
pemilihan; Daerah Tingkat 1
Akhirnya
telah bekerja selama 3 tahun membahas materi RUU tentang Pemilihan Umum dan RUU
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, maka pada tanggal 19 November
1969 Panitia Khusus berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Selanjutnya
hasil-hasil yang telah dicapai dibicarakan dalam sidang pleno DPR GR. Dalam
sidang pleno yang berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 21 dan 22 November
1969 diadakan stemmotivering dari masing-masing fraksi. Setelah wakil dan
masing-masing fraksi menyampaikan pendapatnya, dan meskipun masih terdapat
beberapa perbedaan nada, dapatlah disimpulkan bahwa semua fraksi tidak ada yang
dapat menyetujui disahkannya RUU itu menjadi Undang-Undang. Maka pada tanggal
17 Desember 1969 diundang-undangkanlah Undang-Undang No. 15 tahun tentang Pemilihan Umum dan
Undang-Undang No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[2]
B.
Referendum
Referendum adalah penyerahan suatu masalah
kepada rakyat atau bangsa.
Latar
belakang perlunya Ketetapan MPR tentang Referendum ini antara lain adalah:
1)
Bahwa
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sesuai
dengan kepribadian Indonesia yang memuat aturan-aturan yang paling mendasar
bagi kehidupan bangsa dan negar Indonesia serta dapat menjawab
tantangan-tantangan zaman dan mampu menjamin tercapainya cita-cita Kemerdekaan
Nasional.
2)
Bahwa dalam
rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila dan keinginan untuk
meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945
tidak mudah digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang
Dasar 1945 sendiri memungkinkan diadakan perubahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 37. Mengubah Undang-Undang Dasar 1945 merupakan masalah yang mendasar dan
menyangkut kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Walaupun Majelis
Permusyawaratan Rakyat mempunyai hak untuk melaksanakan sepenuhnya kedaulatan
rakyat, namun perlu dicarikan sarana yang konstitusional agar pasal 37
Undang-Undang Dasar 1945 tidak mudah digunakan daan rakyat harus dijamin haknya
untuk menyatakan pendapat mengenai soal kenegaraan yang sifatnya mendasar
tersebut, yaitu melalui referendum.
Berhubung
dengan hal-hal tersebut diatas apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak untuk mengubah Undang-Undang
Dasar 1945 dengan memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksuda dalam ketetapan
MPR RI Nomor 1/MPR/ 1983 dan Nomor IV/MPR/1983 maka hal itu harus dinyatakan
terlebih dahulu kepada rakyat melalui referendum yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1985.
Pengertian
referendum dinyatakan sebagai kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara
langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Referendum
diadakan apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945 sebagimana dimaksud
dalam ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1983. Referendum diselenggarakan dengan
mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pelaksanaan
referendum dipimpin oleh Presiden, dengan cara memimpin dan membentuk suatu
badan atau lembaga u ntuk melaksanakan referendum yang dipimpin oleh Menteri
Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana Referendum ditingkat Propinsi, Kabupaten/
Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan perwakilan Republik Indonesia diluar
negeri.
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DALAM GERAK PELAKSANAANNYA
Semenjak ditetapkan dan disahkan UUD 1945 oleh PKKI
pada tanggal 18 agustus 1945, mulai saat itu berlaku undang-undang dasar 1945
sebagai undang-undang negara republik indonesia. Semenjak itu penyelenggaraan
negara didasarkan kepada ketentan-ketentuan menurut undang-undang dasar. Karena
pada saat itu negara indonesia baru saja
berdiri, maka dapat dimengerti bahwa untuk melaksanakan berdasarkan
penyelenggaraan UUD 1945, tentu saja tidak akan dapat sekaligus dilaksanakan
sepenuhnya dalam waktu yang singkat
1.
Kurun waktu
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
Pertama:
Tanggal
18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949.
Pada
kurun waktu ini Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik
karena bangsa Indonesia masih memusatkan kekuatan membela dan mempertahankan
kemerdekaan.
Penyimpangan
Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 terjadi setelah kedua Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945 yaitu perubahan Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer.
Kedua:
Tanggal
5 Juli 1959 sampai sekarang, yang masih dapat dibagi lagi:
a.
Kurun waktu
1959-1965 (Orde Lama).
Lembaga-lembaga
Negara belum dibentuk sesuai dengan yang dimaksud Undang-Undang Dasar 1945 dan
belum berfungsi sebagaimana mestinya.
b.
Kurun waktu
1965- sekarang (Orde Baru).
Orde
Baru mengambil langkah-langkah koreksi dengan cara-cara konstitusional dalam
menegakkan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen.
2.
MPR(S) sejak
dibentuk sampai sekarang telah mengadakan sidang-sidang sebagai berikut:
Pertama:
Pada
masa Orde Lama mengadakan Sidang Umum tahun 1960, 1963 dan 1965. Ketetapan MPRS
yaang dihasilkannya (dari masa Orde Lama)sekarang tidak berlaku lagi.
Kedua:
Pada
masa Orde Baru telah mengadakan sidang pada tahun 1966, 1967, 1968, 1973, 1978,
1983 dan 1988, yang isi ketetapannya mencerminkan tahap-tahap perjuangan Orde
Baru dalam mewujudkan cita-citanya untuk melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
3.
Dalam
mewujudkan kepemimpinan Nasional sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Orde
Baru Baru telah berhasil membentuk lembaga-lembaga negara sesuai dengan
Undang-Undangnya, baik MPR, DPR, DPRD, DPA, BPK, maupun MA.
Mekanisme
lima 5 tahunan dalam kegiatan kenegaraan telah dapat dibina dan dipelihara
dengan baik.[3]
BAB III
.PENUTUP
SIMPULAN
Sebagai kategori tematis, Pancasila merupakan suatu objek
dihadapan kita, sebagai rumusan konsep-konsep yang memuat ide-ide untuk dapat
difikirkan dan pahami. Selain itu, Pancasila juga merupakan kategori
imperatif yang dapat dijadikan norma dalam kehidupan bersama, termasuk norma
hukum. Dan akhirnya sebagai kategori operatif, Pancasila berwujud
prinsip atau norma asasi yang meskipun tidak didasari atau malahan tidak
dimengerti-bahkan mungkin dipungkiri-menjadi asas bagi tindakan manusia.
Sebenarnya
ada dua macam konsensus Nasional.
Konsensus yang
pertama ialah Kebulatan tekad masyarakat dan pemerintah untuk melaksanakan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsensus kedua ialah
konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus pertama dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari padanya. Konsensus kedua tercapai antara
partai-partai politik dengan Pemerintah.
Latar
belakang perlunya Ketetapan MPR tentang Referendum ini antara lain adalah:
1.
Bahwa
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sesuai dengan
kepribadian Indonesia yang memuat aturan-aturan yang paling mendasar bagi
kehidupan bangsa dan negar Indonesia serta dapat menjawab tantangan-tantangan
zaman dan mampu menjamin tercapainya cita-cita Kemerdekaan Nasional.
2.
Bahwa dalam
rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila dan keinginan untuk
meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 Undang-Undang Dasar
1945 tidak mudah digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Presiden, dengan cara memimpin
dan membentuk suatu badan atau lembaga u ntuk melaksanakan referendum yang
dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri, yakni Panitia Pelaksana Referendum
ditingkat Propinsi, Kabupaten/ Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan
perwakilan Republik Indonesia diluar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo Darji, Pendidikan Pancasila diperguruan Tinggi, Ikip,
Malang, 1988
Wahana Paulus, Filsafat Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Widjaa Ahmad. Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar