BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Latar belakang dari pembuatan makalah tentang “ Mahar dan wali” ini yaitu agar kita dapat mengetahui secara luas
tentang ilmu ilmu pernikahan tentang mahar dan wali
B. Perumusan masalah
1.
Pengertian Mahar
2.
Syarat-Syarat Mahar
3.
Pengertian Wali
Syarat-Syarat Wali
Syarat-Syarat Wali
BAB II
PEMBAHASAN
MAHAR DAN WALI MAHAR
Yang dimaksud dengan mahar adalah mas kawin,yaitu sesuatu pemberian
dari pihak laik-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan.
Pemberian mahar ini hukumnya wajib bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk syarat atau rukun
nikah. Mahar dalam suatu pernikahan di anggap penting, karna selain memang di
wajibkan oleh agama, ia juga merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari
pihak laki-laki sebagai calon suami kepada calon istrinya.
Allah
SWT berfirman
(#qè?#uäur
uä!$|¡ÏiY9$#
£`ÍkÉJ»s%߉|¹
\'s#øtÏU
4
Artinya :
berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. (An nisa : 4)
Pemberian
itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak,
karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
Mengenai
ukuran besar kecil nya atau sedikit banyak nya mahar yang diberikan pihak
laki-laki, islam tidak menetapkan nya denga tegas, karna adanya perbedaan kaya
dan miskin, lapang dan sempitnya rizki. Pemberian mahar terutama didasarkan
kepada nilai dan manfaat yang terkandung didalamnya. Karna islam menyerahkan
masalah ini kepada masing-masing sesuai dengan kemampuan dan adat yang berlaku
di dalam masyarakat, dengan syarat tidak terbentuk sesuatu yang mendatangkan
mudharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.
Rasulullah
bersabda :
تَزَوَّجْ وَلَوْ بِخَاتِمٍ مِنْ حَدِيْدٍ
رواه
البخاري
“ Nikahlah
engkau walaupun maharnya berupa cincin dari besi” (HR. Bukhari)
اَنَّ امْرَأَةًمِنْ بَنِي فَزَارَةَ تَزَوَّجَتْ
عَلٰي نَعْلَيْنِ فَقَالَ رَسُوْلُ الله صلي الله عليه وسلم أَرَضِيْتِ مِنْ نَفْسِكَ
وَمَالِكِ نَعْلَيْنَ ؟ فَقَالَتْ نَعَمْ ، فَاَجَازَهُ
“Bahwasanya
seorang perempuan Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal . kemudian
rasulullah SAW bertanya: apakah engkau relakan dirimu dan milikmu dengan
sepasang sandal ? perempuan itu menjawab : ya. Lalu Rasulullah membolehkannya.”
Mahar
boleh dibayar secara tunai atau dibayar kemudian (utang) dan boleh pula dibayar
separuh-separuh, asal sang perempuan rela dengan cara demikian. Mahar yang
diutang wajib dibayar seluruhnya bila istri sudah digauli atau salah seorang
dari suami istri meninggal dunia, meskipun keduanya belum tercampur. Demikian
pula bila suami mencerai istrinya sedangkan maharnya belumdibayar separuhnya.
Akan tetapi apabila belum ditentukan besarnya mut’ah. Mut’ah ialah pemberian
mantan suami kepada istrinya yang dicerai sebagai kenang-kenangan dan penghibur
baginya.[1]
Sebaik-baik
maskawin ialah yang termudah, sebagaimana dinyatakan hadits :
عَنْ عُقْبَةَ بْنُ عَامِرٍ رَضِيَ الله
عَنْهُ قاَلَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : خَبْرُالصَّدَاقِ
اَيْسَرَهُ
Artinya :
“Dari ‘Uqbah bin
‘Amir ra.,ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “sebaik-baik maskawin (mahar)
ialah yang termudah “ (H.R. Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim)
·
SYARAT-SYARAT MAHAR
1.
Benda yang suci, atau pekerjaan
yang bermenfaat.
2.
Milik suami.
3.
Ada manfaatnya.
4.
Sanggup menyerahkan : Mahar
tidak sah dengan benda yang sedang dirampas orang dan tidak sanggup menyerahkan
nya.
5.
Dapat diketahui sifat dan
jumlah nya[2]
·
WALI
Wali adalah
orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki sesuai dengan sya’riat
islam.[3]
Sabda Rasulullah saw :
عَنْ عَاءِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا عَنِ
النَّبِي صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدِىْ
عَدْلٍ
Artinya :
Dari ‘Aisyah ra. Dari Nabi saw. Beliau
bersabda : “Tidak sah suatu pernikahan, kecuali dangan adanya wali dan dua
orang saksi yang ‘adil”. ( H.R. Ahmad dan Baihaqi )[4]
A.
Kedudukan wali
Wali dalam
pernikahan mempunyai kedudukan yang sangat penting bahkan dapat menentukan sah
tidaknya pernikahan. Pernikahan tanpa wali hukumnya tidak sah atau batal.
Rasulullah bersabda:
لاَنِكَاحَ اِلاَّبِوَلِيٍّ مُرشِدٍ رواه الشافعي
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali
ang dewasa.”(HR.Asy-syafi’i)
Dalam hadits lain Rasulullah menegaskan:
عَنْ عَاءِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قاَلَتْ
: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَيُّمَاامْرَاَةٍنَكَحَتْ بِغَيْرِاِذْنِ
وَلِيِّهَا فَنِكَحُهَا بَاطِلٌ فَاِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَااسْتَحَلَّ
مِنْ وَجْهِهَا فَاِنْ تَشَاجَرُوْا فَالسُّلطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Artinya :
“Perempuan
mana pun yang menikah tanpa seizing walinya maka nikahnya batal,nikahnya batal,
nikahnya batal. JIka suaminya mencampurinya maka ia berhak atas mahar
dikarenakan suaminya telah menghalalkan kehormatannya. Jika wali
enggan(menikahkan) maka hakimlah menjadi wali bagi orang-orang yang tidak ada
walinya.”(HR.4 imam hadits kecuali Nasai).
B.
Tingkatan Wali
secara garis besar wali nikah menjadi dua macam, yaitu wali nasab
dan wali hakim. Wali nasab adalah wali karena ada hubungan darah(kerabat) dan
wali hakim adalah orang yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah
dalam keadaan tertentu dan sebab tertentu pula. Sebagian ulama, iantaranya
ulama madzhab syafi’I, hambali dan hanafi menambahkan bahwa orang yang
memerdekakan budak berhak menjadi wali nikah bagi budak yang
dimerdekakannya, jika tidak ada wali
nasab.
Hak berpindahnya wali kepada wali hakim adalah jika tidak ada wali
nasab, atau karena gugurnya hak wali nasab karena sebab-sebab tertentu,
misalnya murtad, gila dan lain-lain.
Urutan
wali dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
1.
Ayah kandung
2.
Kakek dari pihak ayah, dan
seterusnya keatas
3.
Saudara laki-laki kandung
(seayah seibu)
4.
Saudara laki-laki seayah
5.
Anak laki-laki saudara
laki-laki kandung
6.
Anak laki-laki saudara
laki-laki seayah
7.
Paman (saudara ayah) kandung
8.
Paman (saudara ayah) seayah
9.
Anak laki-laki dari paman
kandung
10.
Anak laki-laki dari paman
seayah
11.
Wali hakim
Urutan wali nikah sebagaimana
disebutkan diatas menurut imam syafi’I adalah wajib. Artinya apabila wali yang
berada pada urutan terdekat dari perempuan yang akan dinikahkan ada,maka wali
pada urutan dibawahnya tidak berhak menjadi wali.
C.
Macam-macam wali
1.
wali mujbir
mujbir menurut bahasa ialah orang
yang memaksa. Sedangkan yang dimaksud dengan wali mujbir ialah wali yang
mempunyai hak menikahkan orang yang diwalikan tanpa meminta izin dan menanyakan
terlebih dahulu pendapat mereka. Maka wali mujbir ini berlaku bagi perempuan
yang kehilangan kemampuannya, seperti anak yang masih belum umur
tamyiz(dewasa). Juga berlaku bagi perempuan yang kurang kemampuannya, seperti
anak-anak dan orang yang kurang sempurna akalnya.
para ulama berpendapat bahwa yang
berhak menjadi wali mujbir bagi orang gila dan kurang mampu akalnya adalah
ayahnya, kakeknya dan seterusnya. Sedangkan menurut imam syafi’I berada
ditangan ayah dan kakeknya.
Para ulama yang membolehkan
menikahkan anak perempuan tanpa meminta izin terlebih dahulu mmberikan syarat
sebagai berikut:
a.
tidak ada permusuhan terhadap
ayah dan anak
b.
hendaklah dikawinkan dengan
orangyang setara(sekufu)
c.
maharnya tidak kurang dari
mahar misil(sebanding)
d.
tidak dinikahkan dengan orang
yang tidak mampu membayar mahar.
e.
Tidak dinikahkan dengan
laki-laki yang mengecewakan(membahayakan) si anak kelak.
2.
wali hakim
wewenang waliberpindah ke tangan
hakim disebabkan oleh dua hal yaitu :
a.
terjadi pertentangan diantara
para wali.
b.
tidak adanya wali nasab, baik
karena meninggal, hilang atau gaib.
Apabila calon suami yang sekufu telah
datang dan calon isteri telah setuju sementara walinya tidak ada, baik karena
telah meninggal,hilang atau gaib, maka hakim berhak menikahkannya, kecuali bila
calon pengantin bersedia untuk menunggu kedatangan wali tersebut.
3.
Wali Adhal
Wali Adhal adalah wali yang enggan
atau menolakuntuk menikahkan perempuan yang ada dibawah kewaliannya. Para ulama
sepakat bahwa wali tidak boleh menolak untuk menikahkan perempuan yang menjadi
tanggung jawabnya dalam perwalian bila ada laki-laki sekufu ingin menikahinya
dengan mahar misil dan perempuan menyetujuinya. Apabila wali menolak menikahkan
dalam keadaan seperti ini tanpa ada alasan yang dapat diterima, maka perempuan
itu berhak menagdukan perkaranya kepada hakim dan meminta kepadanya untuk
menikahkannya.
Dalam keadaan seperti ini masalah
perkawinan tidak pindah kepada wali lainnya sesuai dengan urutannya, tetapi
langsung pindah ke wali hakim, karena adhal itu suatu tindakan aniaya. Namun
bila penolakannya itu berdasarkan kepada pertimbangan yang masuk akal, seperti
tidak sekufu atau maharnya kurang dari mahar misil, maka perwaliannya tetap
berada di tangan wali nasab dan tidak pindah kepada wali hakim.[5]
·
SYARAT-SYARAT WALI
1.
Syarat orang yang bukan islam
tidak sah menjadi wali, sebab dalam al-qu’ran telah dinyatakan bahwa orang
kafir itu tidak boleh menjadi wali yang menikahkan pengantin perempuan islam.
Hal ini sesuai dengan
firman allah swt.dalam al-qu’ran :
žw
É‹Ï‚Gtƒ
tbqãZÏB÷sßJø9$#
tûïÍÏÿ»s3ø9$#
uä!$uŠÏ9÷rr&
`ÏB
Èbrߊ
tûüÏZÏB÷sßJø9$# }
Artinya :
Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. (s. Ali-imran, 28)
2.
Lakii-laki
3.
Baligh dan berakal
4.
Merdeka bukan sahaya
5.
Bersifat adil.
Perkawinan perempuan kafir
dzimi tidak membutuhkan syarat islamnya wali. Dan perkawinan perempuan budak
tidak membutuhkan sifat adilnya wali.
Wali hakim
Wali hakim ialah kepala
negara yang beragama islam, dan dalam hal ini biasanya kekuasaannya di
indonesia dilakukan oleh kepala pengadilan agama, ia dapat mengangkat orang
lain menjadi hakim untuk mengaqadkan nikah perempuan yang berwali hakim.
A.
Perempuan Berwali Hakim
Perempuan berwali hakim karena :
1.
Tidak ada Wali Nasab.
2.
Tidak cukup syarat Wali bagi
yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada.
3.
Wali yang lebih dekat ghaib
sejauh perjalanan safar yang memperbolehkan mengkashar shalat.
4.
Wali yang lebih dekat sedang
melakukan/ihram mengerjakan haji atau umrah.
5.
Wali yang lebih dekat masuk
penjara dan tidak dapat dijumpai.
6.
Wali yang lebih dekat menolak,
tidak mau menikahkan.
7.
Wali yang lebih dekat hilang
tidak diketahui tempat tinggalnya.
B.
Perlunya wali dalam perkawinan
1.
Untuk menjaga hubungan rumah
tangga anak dan orang tua.
2.
Orang tua biasanya lebih tahui
tentang bakal jodoh anaknya, sebab perawan islam tidak patut bergaul bebas.
C.
Syarat-syarat saksi
1.
Laki-laki
2.
Beragama islam
3.
Akil balik
4.
Mendengar
5.
Bisa berbicaradan melihat
6.
Waras
7.
Adil[6]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
SIMPULAN
Mahar adalah mas kawin,yaitu sesuatu pemberian dari pihak
laik-laki kepada pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan. Pemberian
mahar ini hukumnya wajib bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk syarat atau rukun
nikah.
Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan
laki-laki sesuai dengan sya’riat islam. Dari ‘Aisyah
ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Tidak sah suatu pernikahan, kecuali
dangan adanya wali dan dua orang saksi yang ‘adil”. ( H.R. Ahmad dan Baihaqi )
DAFDAFTAR PUSTAKA
Zainuddin
, Djedjen dan Suparta , Muhammad . 1994 . Fiqih . Semarang :
Pt karya toha putra.
Rifa’I , Moh . 1978 . Fiqih Islam
Lengkap . Semarang : Pt karya toha putra.
[1] Drs. Djedjen Zainuddin, MA dan Drs. H.M.
Suparta, MA. Fiqih, Semarang, Pt karya toha putra,1994,h.190-191
[3] Drs. Djedjen
Zainuddin, MA dan Drs. H.M. Suparta, MA. Fiqih, Semarang, Pt karya toha
putra,1994,h.185
[5] Drs. Djedjen
Zainuddin, MA dan Drs. H.M. Suparta, MA. Fiqih, Semarang, Pt karya toha
putra,1994,h.185-188
Tidak ada komentar:
Posting Komentar